Ketika saya berjumpa anak-anak miskin di pinggiran kota Roma di sekolah Damai, saya mengerti pertanyaan persahabatan dari lubuk hati mereka, dan karena itu tembok-tembok prasangka aku jatuh. Saya mengerti bahwa tidak hari membela diri dari yang lain, tapi membela mereka yang miskin. Saya merasakan satu pertanggungjawaban terhadap mereka. Ya, saat itu aku berpikir bahwa pertanggungjawaban adalah istilah yang kurang tepat bagi kami anak muda, mungkin lebih cocok bagi orang-orang dewasa, orang-orang tua. Tapi perjumpaan dengan anak-anak miskin itu membuat saya paham bahwa pertanggungjawaban berlaku juga bagi saya. Bagaimana mungkin saya bisa tinggalkan sendiri anak itu? Dengan pertanggungjawaban datang juga mimpi. Saya mulai bermimpi untuk memberi masa depan bagi anak-anak, saya bermimpi bagi kemasyarakatan dimana ada tempat bagi semua. Ini adalah hak masing-masing untuk bermimpi. Bukan sesuatu yang tidak sah seperti kalau kita mempercayakan suara yang mengatakan: “Ya, ok tapi pasti kamu tidak berhasil”.... “Mimpi? Ok lain kali kita bicarakan”. Bermimpi dunia baru bagi semua, bukan saja untuk saya, adalah hak dan saya berminat menjalaninya bersama teman-teman.