Sejak diberlakukannya “Social Distancing” atau Physical Distancing” yang dilematis, Komunitas Sant’Egidio Yogyakarta mencoba merespon kondisi ini dengan memaksimalkan inovasi teknologi informasi dan komunikasi yang telah mejadi trend selama pandemi global. Tercatat selama awal 2020 pengguna salah satu aplikasi layanan penyedia video conferencing naik 67%.
Inisiatif pemanfaatan teknologi itu untuk mendukung para lansia yang masuk dalam kategori kelompok paling membutuhkan perawatan dan perhatian ekstra untuk bertahan hidup. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), Yogyakarta memiliki proporsi jumlah lansia terbanyak di Indonesia 14,5% (usai harapan hidup 75,5 tahun). Jumlah lansia di Indonesia sendiri 25,7 juta jiwa atau sekitar 9,6% dari populasi.
Selama pandemi, kehadiran Komunitas Sant’Egidio secara berkala di Rumah-rumah lansia baik secara konvensional maupun virtual, telah diorganisir di dalam kelompok-kelompok kecil dan berkolaburasi dengan pengurus rumah lansia. Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan mengajukan izin untuk berjumpa, juga meminta informasi kondisi terbaru dari para lansia sebagai tahapan yang dijalankan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Sant’Egidio Yogyakarta mengenal sekitar 20 orang lansia dengan baik, yang saat ini berada di Rumah Lansia. Sebelum pandemi, setiap minggunya ada kunjungan tetap ke tempat mereka. Namun selama pandemi aktivitas para lansia jelas semakin terbatas, ini bisa ditinjau dari rendahnya frekuensi perjumpaan dan kunjungan. Tetapi situasi ini bukan hal baru, tentu ini sudah terjadi sebelumnya dan pandemi menyebabkan situasi kian buruk.
Di Rumah Lansia Domus Pacis, contohnya, selama masa pandemi, Komunitas hanya bisa berjumpa dua kali selama sebulan dan jumlah pengunjung dibatasi hanya empat orang. Sedangkan di sebuah Rumah Lansia Perempuan di Klitren, sampai dengan saat ini belum bisa dibuka dengan alasan pandemi, sehingga Komunitas mengorganisir pertemuan rutin secara virtual agar bisa saling menyapa dan memberikan dukungan.
Apa yang telah dilakukan oleh Sant’Egido ini merupakan intervensi sosial dalam skala tertentu dan tanggung jawab orang muda untuk menjawab kebutuhan dan tuntutan akan hak para lansia yang mengalami isolasi sosial selama masa-masa sulit ini. Bagaimana orang muda memperlakukan para lansia dan mengetahui kondisi mereka, bisa menjadi cerminan dari kondisi sosial dan kesehatan masyarakat luas.
Ketika semua pintu tertutup dari dalam atau dari luar, maka keberanian, solidaritas, kreativitas dan teknologi harus hadir sebagai kunci pembuka yang tepat. Oleh karena itu, teknologi ini harus dikonfigurasi ulang sehingga bersifat inklusif dan “bernyawa” solidaritas. Kita tidak bisa membiarkan para lansia tinggal sendirian menghadapi badai kesulitan global ini. Setiap orang muda memiliki tanggung jawab untuk membawa lansia bersama mereka keluar dari bencana ini, memasuki masa new normal dan masa depan.