Yogyakarta, Selasa, 11 September 2018
Kegiatan kaum muda yang bekerjasama dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Badan Pembina Ideologi Pancasila Republik Indonesia, Obervatoire Pharos dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah kota Yogyakarta ini merupakan salah satu hasil dari MoU antara Komunitas Sant’Egidio dan Muhammadiyah Indonesia dalam bidang dialog dan kerukunan dalam beberapa tahun terakhir.
Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa tokoh seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Busyro Muqoddas, Buya Syafii Maarif, Prof. Dr. Hariyono M.Pd., dan Linda Bustan, M.div. sebagai narasumber yang berkaitan nilai-nilai toleransi dan keadilan sosial.
Dalam pembukaannya Buya Syafii Maarif berpesan, “seorang kader muda perlu dekat dengan literasi, harapannya agar dapat mengetahui lebih banyak tentang sejarah”. Beliau melanjutkan,”sejarah menunjukkan bahwa Republik ini adalah karya bersama bukan karya golongan tertentu saja, dan jangan hanya marah terhadap situasi, karena itu menghabiskan energi, sebaliknya semua orang muda harus belajar agar setiap permasalahan toleransi bangsa ini bisa diselesaikan”. “Generasi ini harus lebih baik dari masa lalu!”.
Selanjutnya Dr. Muqoddas menyampaikan pesan kepada orang-orang muda dengan berkata, “kata kunci dalam pertemuan ini adalah orang miskin sebagai kata kunci universal”. Lanjutnya, “ada gerakan radikal yang bersumber pada kesenjangan ekonomi dan perlu peta masalah untuk menemukan solusi atas berbagai masalah ini. Beliau menutup pesan-pesannya dengan meghimbau agar tradisi menjalin persahabatan lintas iman ini perlu dipertahankan.
“Pancasila muncul sebagai bentuk protes terhadap kolonialisme”, kata Prof. Hariyono dalam pembukaanya. Pancasila harus dilihat sebagai pemersatu dan bintang penuntun masa depan.
Diakhir sesi nara sumber, Linda Bustan, M.Div menyampaikan 2 hal penting yaitu, perlunya perjumpaan di antara orang muda yang berbeda akan membantu mengurangi masalah dan menumbuhkan persatuan dan peran pemuda dalam bidang sosial ekonomi sangat penting, oleh karena itu kampus harus didorong untuk melakukan “Service Learning”.
Selanjutnya dalam sesi diskusi, orang-orang muda yang berasal dari berbagai sekolah, organisasi, dan himpunan diberi kesempatan untuk berdinamika bersama. Komunitas Sant’Egidio yang diwakili oleh beberapa Pemuda Damai mengemukakan sharing yang terkait dengan toleransi dan bagaimana orang muda mampu mewujudkan keadilan sosial secara konkret di tengah masyarakat. Pelayanan Sekolah damai dan gerakan solidaritas antar generasi terhadap lansia menjadi model yang ditawarkan kepada setiap orang muda yang hadir dalam diskusi tersebut.
Acara ini ditutup dengan pesan kepada semua orang muda agar menyadari bahwa keterbukaan adalah jalan untuk saling memahami dan bertoleransi. Keadilan sosial adalah tantangan peradaban setiap manusia, dan setiap orang muda harus terus belajar, membiasakan diri dalam perjumpaan dengan yang berbeda sehingga terbangun wawasan yang universal dan bersahabat. Dan yang terakhir, karya untuk keadilan sosial membuat orang muda harus memiliki keberpihakan terhadap yang miskin.