Sant’Egidio Berpartisipasi Dalam World Peace Forum ke-7

Kita ditantang untuk mencari jalan bisa hidup bersama dalam damai

Pertemuan The 7th. World Peace Forum, Forum Perdamaian Dunia ke-7 yang berlangsung tiga hari dari 14-16 Agustus 2018 di Jakarta ditutup dengan sebuah kesepakatan bersama dengan enam "The Jakarta Message" atau Pesan Jakarta.

Beberapa tokoh hadir memberikan keterangan Pesan Jakarta masing-masing mewakili komunitasnya antara lain, Prof. Dr. Din Syamsuddin, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog Kerjasama Antar Agama dan Peradaban, sebagai penyelenggara, Tan Sri Lee Kim Yew, Pendiri Cheng-Ho Multi Culture Education Trust, yang juga pendukung penyelenggaraan.

Rabbi David Shlomo Rosen dari Jerussalem, Prof. Dr. Simone SinnHadir dari Dewan Gereja Swiss, Bishop Dr. Gunnar Stalsett dari Panitia Nobel Perdamaian Norwegia, Prof. Dr. Robert Hefner dari Universitas Boston AS, Prof. Dr. Eunsook Jung dari Universitas Wisconsin AS, Dr. Valeria Martano dari Komunitas Sant'Egidio Italia, Dr. Henriette Lebang dari dewan Gereja Indonesia, dan Prof. Philip K. Widjaja dari perwakilan umat Budha Indonesia.

Adapun enam isi Pesan Jakarta adalah:

Pertama, bekerjasama mengarusutamakan Jalan Tengah sebagai prinsip yang membimbing perwujudan peradaban dunia yang harus diimplemantisakan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Kedua, mendorong negara negara mengambil tanggungjawab dalam membentuk peraturan dan mekanisme bagi implementasi Jalan Tengah dalam perspektif masing-masing negara.

Ketiga, pemuka agama untuk menampilkan keteladanan, mempromosikan dan memimpin implementasi Jalan Tengah dalam kehidupan masing-masing masyarakat.

Keempat, mendorong akademisi, sarjana untuk melakukan penelitian yang ekstensif dan besar untuk mendidik generasi muda tentang Jalan Tengah.

Kelima, mendorong masyarakat luas untuk terus mengamalkan prinsip Jalan Tengah dalam kehidupan seharai-hari.

Keenam, para stakeholder perdamaian dunia mengambil prakarsa memulai gerakan global dalam pelaksanaan Jalan Tengah di negara masing masing.

Bishop Dr. Gunnar Stalsett dari Panitia Nobel Perdamaian Norwegia, mengapresiasi Pesan Jakarta yang bertolak dari kearifan Indonesia dan akan menyebarluaskan di organisasinya maupun dalam pertemuan negara-negara G20 di Argentina September mendatang.

Sementara Rabbi David Shlomo Rosen dari Jerussalem, memandang Pesan Jakarta mendasari fase dan gelombang baru dalam dialog dan kerjasama antar peradaban. Menggaris bawahi pentingnya aspek kompromi dalam nilai Jalan Tengah. Kompromi sebagai manifestasi Jalan Tengah masyarakat maupun bangsa yang beragam, yang siap untuk berkompromi dalam arti secara mutlak menyatakan pendapatnya tapi juga siap untuk menerima pendapat orang lain. Dalam itulah kompromi ada saling menghargai, mengambil dan berbagi.

Prof. Dr. Robert Hefner dari Universitas Boston AS mengucapkan terimakasih kepada penyelenggara Forum Perdamaian Dunia ke-7. Salah satu kesimpulan penting dari Forum Perdamaian Dunia dan menjadi satu tantangan bagi martabat manusia adalah globalisasi, migrasi, kemajemukan bukan dipandang sebagai sebagai sesuatu tantangan yang buruk, tapi sebagai kekayaan sumber daya yang merupakan rahmatan lil alamin, rahmat bagi alam semesta. Sesuatu yang merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan sebuah sifat yang menghargai martabat manusia. Prinsip wasathiyah dijadikan sebagai prinsip dasar kebijaksaan ekonomi, migrasi, kewargaan pada tingkat internasional sangat penting.

Prof. Dr. Simone SinnHadir dari Dewan Gereja Swiss mengaku senang bisa ikut konferensi yang merupakan tempat bekumpulnya berbagai kalangan secara kultural dan agama yang berbeda, sungguh sebuah kekayaan yang luar biasa.
Menurutnya, muncul pertanyaan di kalangan muda sekarang adalah, apa peran agama bagi masa depan. Forum ini sangat bermanfaat dan menegaskan peran agama yang banyak ditanyakan anak muda, apakah peran agama bisa berlaku positif untuk melakukan transformasi kehidupan membebaskan manusia dari kebencian, permusuhan untuk bisa membangun kehidupan bersama. Agama harus menjadi kekuatan transformasi.

Dr. Valeria Martano dari Komunitas Sant’Egidio Italia, WPF ke-7 bukan permulaan tapi sebuah perjalanan, yang berarti semua sedang berjalan untuk mencari jawaban terhadap semua pertanyaan dan tantangan yang ada dewasa ini. Selama beberapa tahun, radikalisme muncul di semua kawasan. Kita ditantang untuk mencari jalan bisa hidup bersama dalam damai.

Prof. Philip K. Widjaja dari perwakilan umat Budha Indonesia, menilai acara ini luar biasa yang diadakan sesuai dengan perkembangan kondisi terakhir yang kemudian mencari jalan solusi bersama. Teknologi yang berubah dengan cepat mengubah kebiasaan baru. Kita perlu mencari Jalan Tengah untuk menyesuaikan. Jalan Tengah berarti tidak memaksakan kehendaknya tapi mencari titik temu bersama di tengah untuk semua kehidupan.

Dr. Henriette Lebang dari Dewan Gereja Indonesia Kita mencari jalan tengah untuk membangun masyarakat yang berkeadaban, masyarakat yang saling menopang, saling menghargai, oleh karena itu Jalan Tengah mestinya menjadi sikap hidup dari masyarakat. Bisa kita mulai dari keluarga, dengan mengembangkan nilai Jalan Tengah dari dan di dalam keluarga melalui pendidikan formal maupun non formal.

Sementara itu Tan Sri Lee Kim Yew, Pendiri Cheng-Ho Multi Culture Education Trust mengilustrasikan Jalan Tengah sebagai jalan bijak. Sesorang akan sukses bila gunakan Jalan Tengah. Bijak menggunakan Jalan Tengah, negara, masyarakat akan aman dan damai. Segala sesuau yang ekstrem, berlebihan akan menimbulkan penyakit. Manfaat Jalan Tengah jika diamalkan dalam kehidupan nyata akan membawa kebahagiaan. "Makan secukupnya membawa manfaat kesehatan," jelasnya.

WPF ke-7 diikuti 250 peserta dari 43 negara, merupakan tempat bertukar pikir para tokoh pencipta pegiat perdamaian, dari cendekiawan, agamawan, dan hartawan, penentu kebijakan, mantan Presiden, Perdana Menteri. Peserta yang sangat beragam, dengan berbagai latar belakang menjadi kekuatan dari WPF ke-7 ini.

Menjawab pertanyaan wartawan tentang pengertian Jalan Tengah, Bishop Dr. Gunnar Stalsett dari Panitia Nobel Perdamaian Norwegia menjelaskan, forum ini membahas Jalan Tengah merupakan sebuah pikiran yang kompleks walaupun juga sederhana. Forum ini mengambil kompromi dari berbagai pikiran. Jalan Tengah sejak awal pembahasan oleh para peserta sepakat menekankan dimensi atau aspek pengertian Jalan Tengah antara lain jalan kompromi, jalan inklusif untuk menampung semua, toleransi, dan kompromi.

Din Syamsuddin menekankan, Jalan Tengah bukanlah sikap netral, tapi sikap berpihak kepada nilai-nilai positif persamaan manusia, bukan mengabaikan hak orang lain. Penjelmaan Jalan Tengah adalah pada saling peduli, saling membantu, dalam ekonomi, sosial, dan politik.

WPF adalah ajang pertemuan para pencipta perdamaian dunia. Realisasi pertemuan ini akan dibawa ke masing-masing komunitasnya, memperngaruhi pikiran-pikiran komunitasnya. Pikiran Jalan Tengah sesuatu yang dibutuhkan oleh dunia.

"Pesan Jakarta ini tidak mustahil akan disampaikan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa untuk dipertimbangkan sebagai sebuah resolusi," tutup Din Syamsuddin.

 

Sumber: RMOL.CO - Kantor Berita Politik