Orang Muda & Promosi Perdamaian: Dialog Lintas Iman-Budaya dan Doa Bagi Perdamaian di Yogyakarta

#pathsofpeace

31 tahun lalu di kota Assisi, Italia pada tanggal 27 Oktober Santo Yohanes Paulus II untuk pertama kalinya menginisiasi hari doa untuk perdamaian. Santo Yohanes Paulus II mengundang sekitar 160 pemimpin agama dari seluruh dunia untuk bersatu dan berdoa bagi perdamaian dunia. Santo Yohanes Paulus II mengatakan bahwa ada sebuah dimensi lain dan cara yang berbeda untuk mempromosikan perdamaian, yang bukan lahir dari kompromi politik, atau penawaran ekonomi. Dia sangat yakin bahwa apapun tradisi yang dimiliki oleh sebuah agama, hal itu dapat membantu melakukan banyak hal untuk perdamain dunia.

Santo Yohanes Paulus II menutup pertemuan dengan menghimbau semua peserta yang hadir untuk mulai menyebarkan pesan damai dan menjalani semangat Assisi ini. Sejak saat itu, tepatnya 1987 sampai dengan saat ini, Komunitas Sant’Egidio mengambil tanggung jawab dan selalu mengadakan dialog dan doa bagi perdamaian di berbagai Kota di seluruh dunia.

Pada tahun ini, tepat di tanggal yang sama, 27 Oktober 2017, Komunitas Sant’Egidio yang berada di Yogyakarta, memperingati momen bersejarah itu dengan mengadakan sebuah pertemuan bagi orang-orang muda dan mengundang berbagai perwakilan dari agama-agama, kelompok budaya, para penggiat perdamaian, termasuk para musisi muda perdamaian untuk berdialog dan berdoa bagi perdamaian.

Kegiatan yang diadakan di halaman rumah Komunitas Sant’Egidio ini dihadiri kurang lebih 15 perwakilan orang muda di antaranya: dari PATRIA (Pemuda Theravada Indonesia), PERADAH (Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia), Santri Gus Dur, Perwaklian OMK Santa Maria Assumpta Babarsari, Komunitas OMAH PIRUKUN-YAKOMA PGI Yogyakarta, FJD (Forum Jogja Damai), Musisi Muda Jogja Voice United, Musisi Etnik Flores, IPMT(Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Tambrauw D.I.Y), HMI Universitas Islam Negeri Yogyakarta, ANBTI (Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika) dan HEREPeace (Healing, Empowering, Resilient for Peace), Messenjah, Komunitas AHMADIYAH, dan BAHAI.

Acara yang telah dilakukan di kota Yogyakarta sejak tahun 2008 ini, mengangkat tema ”KITA ADALAH JEMBATAN PERDAMAIAN”. Tema ini diangkat untuk melanjutkan karya Komunitas mempromosikan “Spirit Assisi” dan sebagai bentuk kepedulian Komunitas Sant’Egidio terhadap berbagai situasi kekerasan dan konflik horisontal yang kerap terjadi di dalam masyarakat dan melibatkan sekian banyak orang muda. Komunitas Sant’Egidio menghimbau agar orang-orang muda tidak acuh terhadap situasi diskirminasi dan konflik yang terjadi, serta berkarya secara nyata dengan mengambil tanggung jawab menjadi jembatan perdamaian di antara jurang lebar dan dalam yang berisikan kesalahpahaman serta kebencian, sehingga lahir persatuan, solidarita,s kerukunan dan saling memahami.

Dalam kegiatan yang dihadiri kurang lebih 90-an orang muda, beberapa perwakilan menyampaikan berbagai pesan sekaligus refleksi perdamaian. Acara dialog dibuka dengan refleksi dari Yulius yang mewakili orang muda Katolik yang bergiat dalam usaha mebangun perdamaian. Yulius mengatakan, “Jadilah gambaran Allah yang sesuai dengan kehendak Allah”. “Yaitu untuk membangun perdamaian dan persaudaraan di antara manusia”.

Toto dari perwakilan agama Buddha mengatakan, “Orang muda harus belajar menjadi pembawa damai dengan mulai dari dalam diri, kemudian menjadi agen-agen perdamaian yang berkarya secara nyata di dalam lingkungan masyarakat, bukan menjadi agen-agen pemecah belah persatuan, karena sejatinya tidak ada manusia yang ingin mengalami kesengsaraan dan tinggalkan keegoan diri untuk menciptakan perdamaian”. Selaras dengan itu Yunan Helmi dari Jogja Voice United mengatakan, “orang muda saat ini yang cenderung berpikiran apatis, pragmatis dan materialistis, seharusnya mulai menyuarakan perdamaian dengan cara-cara yang kreatif demi masa depan dan persatuan bangsa”. Yunan menambahkan musik bisa menyampaikan pesan damai yang tidak bisa disampaikan oleh kata-kata biasa. Musik pun dapat mengemas perdamaian dengan ide kreatif. Dalam acara ini Yunan juga membawakan sebuah lagu dengan judul “PESAN DAMAI” yang didedikasikan khusus untuk perdamaian.

EDIT dari perwakilam PERADAH menyampaikan bahwa, “Banyak orang yang ingin berbuat baik di negeri ini. Oleh karena itu jadilah seperti sapu lidi yang dikumpulkan dan diikat menjadi satu kesatuan sehingga menjadi tangguh dan kokoh”. Wakil dari Forum Jogja Damai, Ahmad, menjelaskan dinamika terkait karya perdamaian yang dilakukan oleh orang-orang muda yang selama ini tergabung dalam forum tersebut. Secara lebih dalam Ahmad menyampaikan, dengan mengutip “Bicaralah perdamaian, bukan saling sinis”.
Lebih lanjut Fatin dari Santri Gus Dur Yogyakarta, memberi refleksi dengan menghimbau orang-orang muda agar menyadari saat ini banyak orang yang membutuhkan bantuan orang-orang muda. “Teman-teman muda harus bisa mengikuti para pendahulunya yang mencintai perdamaian”, menutup refleksinya dalam acara ini.

Acara dialog ini ditutup dengan pesan dari Pendeta Indriyanto dari OMAH PIRUKUN YOGYAKARTA. Beliau mengatakan beberapa hal, di antaranya tentang musik dan lagu yang erat dengan orang muda dapat menjadi jembatan perdamaian. Beliau juga mengatakan, “Menjadi jembatan artinya harus bisa menghapus dan meretas sekat di antara kita”. “Kita bisa melakukannya dengan menjadi sahabat bagi semua orang”.
Setelah berdialog bersama dengan mendengar refleksi perdamaian dari berbagai perwakilan yang hadir, acara dilanjutkan dengan doa berdasarkan keyakinan masing-masing untuk perdamaian dunia, dan penyalaan lilin untuk mengenang negara-negara yang sedang berkonflik dan berperang, kemudian ditutup dengan penandatanganan himbauan damai dari Komunitas Sant’Egidio oleh perwakilan yang hadir dalam acara tersebut.

Sebagian peserta berharap acara seperti ini terus dilakukan secara berkala dengan mengadakannya di berbagai forum agar para penggiat perdamaian dapat saling bertemu dan menguatkan. Memiliki jaringan yang lebih luas guna mempromosikan pesan-pesan damai dan karya nyata yang telah dilakukan.

 

Beberapa Foto: